Garut – Sinarpriangan.com – Sebelumnya dua kali diberitakan bahwa seorang perempuan inisial (PY) diduga membuat surat keterangan bohong terkait status pernikahanya dengan MH (Suaminya), hal itu dilakukan PY dengan maksud untuk, memenuhi persyaratan dirinya menggugat cerai suaminya MH ke pengadilan agama kelas 1A yang beralamat di jalan suherman Garut.
Berdasarkan surat gugatan yang dibuat oleh kuasa hukumnya Aap Tugiat SH, yang pernah dilakukan wawancara pada pemberitaan sebelumnya tim investigasi Sinarpringan.com, berhasil mengungkap salah satu persyaratan administrasi yang dilampirkan dalam berkasnya yakni adanya surat keterangan yang diterbitkan oleh pemerintah desa Neglasari, Kecamatan Pakenjeng Garut.
Di dalam surat keterangan tersebut sangat jelas menerangkan, bahwa pada tahun 2010 MH, dan PY pernah menjadi suami istri yang sah, namun pernikahanya tidak tercatat dalam register pernikahan. Surat tersebut diketahui dan ditandatangan oleh Kepala Desa Neglasari Agus Sudrajat S,AP dan diketahui pula oleh An. Kepala KUA Kecamatan Pakenjeng berinisial (NS) yang statusnya terkonfirmasi sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di kantor KUA kecamatan pakenjeng.
Padahal fakta yang sebenarnya pernikahan keduanya tercatat di kantor urusan agama (KUA) Kecamatan Pakenjeng di tahun 2011 tepatnya pada bulan januari, bukti lain adalah adanya buku nikah keduanya yang disimpan oleh MH.
Dianggap ada kejanggalan dan terindikasi perbuatan melawan hukum terkait terbitnya surat tersebut, MH menggandeng kuasa hukum dari kantor hukum Silgar & Partners yang beralamat di jalan siliwangi no.8 kelurahan regol kecamatan garut kota Kabupaten Garut.
Langkah awal yang dilakukan oleh Anton Widiatno adalah melakukan somasi kepada para pihak yang dianggap penting untuk di dengar klarifikasinya terkait terbitnya surat keterangan tersebut, pertama kali hadir kades neglasari Agus Sudrajat, dirinya mengaku tidak tahu menahu terkait surat keterangan tersebut, dan meminta semua perangkat desanya agar mengakui perbuatanya, hal itu disampaikan oleh kades di group whatshap aparatur pemerintah desa ujarnya.
Seiring waktu akhirnya diketahui bahwa pembuat surat keterangan tersebut tak lain adalah sekdes neglasari (RS), dikarenakan semua fihak merasa bahwa perbuatan tersebut benar, maka kuasa hukum MH melakukan pelaporan ke polres garut dengan nomor register: LP/B/565/XII/2022/SPKT/Polres Garut/Polda Jabar tertanggal 20 Desember 2022.
Didalam surat tanda terima pelaporan tersebut, ada tiga orang sebagai terlapor diantaranya:
1. Istri Pelapor (PY);
2. Sekdes Neglasari (RS);
3. Staf KUA Kecamatan Pakenjeng (NS), dalam wawancaranya pendamping hukum pelapor menyatakan bahwa tiga orang terlapor tersebut harus mempertanggung jawabkan perbuatanya, karena jelas dengan terbitnya surat dari desa neglasari yang berisikan keterangan bohong tersebut berakibat klien saya telah dirugikan, baik materil maupun imateril ujar anton.
Masih lanjut anton, membuat surat yang isi keteranganya tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya terindikasi melanggar Pasal 263 KUH Pidana
(1) Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun.
(2) Dengan hukuman serupa itu juga dihukum, barangsiapa dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau hal mempergunakan dapat mendatangkan sesuatu kerugian. (K.U.H.P. 35, 52, 64-2, 276, 277, 416, 417, 486) ungkapnya.
Hal ini kami lakukan demi tegaknya supremasi hukum khususnya di wilayah kabupaten garut, selain itu ada nilai edukasi hukum terhadap instansi pemerintah, baik itu pemerintah desa, KUA, kecamatan, bahkan pemerintah kabupaten. Apalagi pegawai negeri sipil (PNS) harus diteliti terlebih dahulu apa yang akan dia tandatangani, karena instansi pemerintah, jadi kelalaian yang berakibat merugikan orang lain tentu mempunyai konsekwensi/dampak hukum pungkasnya.
**Endang.Supardin.