GARUT_Sinar Priangan News
Sebuah praktik pendaftaran ilegal terbongkar di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat(PKBM) Nurul Hikmah, Kecamatan Mekarmukti, Garut. Seorang siswa disalah satu sekolah di Sumedang, S, didaftarkan sebagai peserta didik tanpa sepengetahuan dirinya maupun orang tuanya, menguak kerentanan data siswa dan lemahnya pengawasan terhadap lembaga pendidikan non-formal. Jumat 10 Oktober 2025
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Nurul Hikmah di Kecamatan Mekarmukti, Garut, diduga melakukan pemalsuan data dengan mendaftarkan seorang siswa yang bersekolah di swasta dari Kabupaten Sumedang sebagai peserta didiknya secara ilegal. Kasus ini mencuat setelah orang tua siswa yang bersangkutan, Budi (nama samaran), dipanggil oleh sekolah anaknya di Sumedang.
“Kami justru kaget. Tidak ada proses pendaftaran, tidak ada pemberitahuan, apalagi izin. Ini jelas penipuan dan pemalsuan data anak kami,” tutur Budi dengan nada kesal, Jumat (26/9/2025).
Merespons kasus ini, Praktisi Hukum dari Garut, Yusuf Saeful Hayat, S.H., menyoroti setidaknya dua ranah pelanggaran serius.
“Secara perdata, ini adalah pelanggaran terhadap UU Perlindungan Data Pribadi. Data pribadi siswa digunakan tanpa persetujuan, itu sudah pemrosesan yang melawan hukum,” tegas Yusuf.
Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa tindakan ini berpotensi kuat menjerat hukum pidana. “Kunci utamanya ada pada dokumen di PKBM. Jika terbukti ada pemalsuan tanda tangan orang tua di formulir, maka Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat berlaku dengan ancaman 6 tahun penjara,” paparnya.
Yusuf juga menduga kuat motif keuangan berada di balik tindakan ini. “Jika ini terkait pencairan dana BOS fiktif, maka Pasal 378 KUHP tentang Penipuan juga bisa diterapkan. Langkah terbaik adalah segera laporkan ke polisi untuk penyitaan dokumen bukti di PKBM tersebut,” imbaunya.
Didukung analisis hukum tersebut, keluarga S bertekad menempuh jalur hukum. “Kami akan laporkan kasus ini untuk ungkap oknum dan motif di baliknya, serta lindungi masa depan akademik anak kami,” tegas Budi.
Sementara itu, tanggapan dari PKBM Nurul Hikmah justru menuai kritik. Kepala PKBM setempat, Refanggi, membantah keterlibatan langsung dan melemparkan tanggung jawab kepada pihak lain, yaitu Operator.
“Kami tidak mengetahuinya, karena semua yang mengurus data ialah Operator. Adapun kalau iya, mungkin itu ada kesalahan human error atau tarik menarik data,” klaim Refanggi.
Pernyataan ini dinilai tidak bertanggung jawab. Sebagai pimpinan institusi, tanggung jawab akhir atas segala aktivitas dan tata kelola data di lembaganya seharusnya berada di pundak Refanggi.
Setelah awak media mendatangi kediaman Kepala PKBM Nurul Hikmah, Refanggi, respons justru datang dari sekolah asal S di Sumedang. Melalui pesan WhatsApp, pihak sekolah mengonfirmasi bahwa nama S telah dikeluarkan dari data PKBM Nurul Hikmah.
Tindakan korektif yang terburu-buru ini justru menguatkan kesan bahwa PKBM tersebut “ketahuan” dan berusaha menutupi kesalahan. Kecepatan mereka menghapus data menimbulkan pertanyaan kritis: Seberapa mudahnya memanipulasi data siswa dalam sistem, dan di mana pengawasan Dinas Pendidikan (Disdik) Garut selama ini?
Kasus ini bukan sekadar kesalahan administratif (human error), melainkan indikasi kegagalan sistemik pengawasan. Disdik Kabupaten Garut, sebagai pembina dan pengawas PKBM di wilayahnya, patut dipertanyakan.
1. Bagaimana mekanisme verifikasi dan validasi (verval) data peserta didik oleh Disdik? Mengapa data fiktif atau “kloningan” bisa mudah masuk?
2. Seberapa ketat proses pembinaan dan audit terhadap PKBM? Apakah Disdik hanya berfungsi sebagai administrator penerima laporan, tanpa pro-aktif memeriksa keabsahan data?
3. Apakah ada pola serupa di PKBM-PKBM lain? Kasus ini bisa jadi hanya puncak gunung es dari praktik yang lebih masif.
Kasus S ini adalah alarm keras bagi dunia pendidikan. Ia mengungkap kerentanan data peserta didik dan celah besar dalam tata kelola lembaga pendidikan, khususnya PKBM. Tanpa pengawasan yang ketat, transparan, dan akuntabel dari Dinas Pendidikan, praktik penyelewengan untuk kepentingan kuota atau dana akan terus berulang, merugikan masa depan siswa dan menodai integritas pendidikan.
Pewarta:
*Redd*




