Petani Cikajang Berlanjut ke Meja Hijau, PTPN dan Kades Jelaskan Begini

Kriminal506 Dilihat

GARUT – Kasus yang menjerat empat orang petani asal Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut sampai sekarang ini berlanjut ke meja hijau. Pada hari ini Rabu 4 Januari 2023, empat petani itu kembali menjalani sidang di Pengadilan Negeri Garut.

Empat petani tersebut dilaporkan PTPN 8 Cisaruni karena diduga telah menebang pohon teh. Mereka dilaporkan dan sekarang berlanjut di Pengadilan.

dari empat petani tersebut, tiga orang merupakan warga Desa Cikandang, Kecamatan Cikajang. Sementara satu orang merupakan warga Desa Margamulya Kecamatan Cikajang.

Tentunya banyak pro kontra perihal kasus tersebut. Ada yang membela ada pula yang menyalahkan. Namun begini tanggapan Kepala Desa setempat dan PTPN perihal kasus tersebut.

Kepala Desa Margamulya, Gunawan Al Farhani, tidak menepis bahwa warganya itu berbuat salah. Apa yang dilakukan warganya memang salah. Namun demikian Gunawan mengharapkan agar pihak PTPN meninjau kembali ketika ingin melaporkan petani tersebut.

Tentunya ada faktor kenapa mereka melakukan hal itu. Bukan karena semata-mata ingin merusak tanaman teh milik PTPN.

Menurut Gunawan, ada beberapa faktor yang melatar belakangi kenapa warganya berlaku demikian.

Diantaranya kata Gunawan, bahwa kronologis terjadinya penebangan itu terjadi waktu pandemi covid-19 di tahun 2020 dan 2021.

Tentunya sudah menjadi rahasia umum bahwa di masa pandemi, ekonomi masyarakat terpuruk. Oleh karena itu masyarakat mencari berbagai alternatif untuk mencari penghasilan.

Akhirnya, petani di Desanya itu melakukan penebangan pohon untuk mencari penghasilan.

” Harapan kami, tentunya petani yang pasca covid semua orang terdampak, mungkin ini salah satu imbas dari covid, ada sebagian masyarakat yang hari ini membutuhkan lahan-lahan untuk dijadikan lahan pertanian. Oleh karenanya kami berharap tolong lah dikaji ulang terkait segala sesuatu yang dituduhkan,” ujarnya.

” Iya, memang secara aturah mereka salah tapi kesalahan itu tidak kemudian dijadikan sesuatu yang harus disalahka,n karena kita tahu pasca covid itu semua orang terdampak,” tambah Kades.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Yana Sopyana, Kepala Desa Cikandang. Yana mengharapkan permasalahan ini jangan dibawa ke ranah hukum.

Yana juga tidak menepis bahwa apa yang dilakukan warganya itu adalah kesalahan. Namun faktor ekonomi juga menurut Yana menjadi penyebab utama mereka melakukan itu.

” Memang langkah mereka (petani) itu salah. Karena siapapun itu bukan milik mereka, cuma yang disayangkan koordinasi ke pihak desa tidak ada. Dan akhirnya timbulah pelaporan dari perkebunan,” ujarnya.

Selain itu Yana juga menduga apa yang dilakukan petani ini karena faktor kecemburuan sosial. Pasalnya pihak perkebunan membuka program PMDK (Pemberdayaan masyarakat desa kebun) untuk mengelola lahan yang tidak digarap perkebunan.

Nah program ini ternyata diterima oleh sebagian petani, sementara petani yang lain yang juga menginginkan tidak kebagian. Rupanya dari sana mereka cemburu sehingga membabat tanaman teh tersebut.

Sementara itu Ketum Serikat Pekerja Perkebunan Nusantara (SPBUN) Cisaruni, Adi Sukmawadi menjawab apa yang selama ini dilontarkan kepada pihaknya, tentang kriminalisasi petani.

Menurut Adi, kegiatan penebangan pohon teh itu sudah berlangsung cukup lama dari Maret 2021.

Fakta di lapangan, menurutnya terdapat tanaman teh yang secara tidak langsung telah dirusak oleh petani tersebut.

” Meskipun dalam pelaksanaan mereka mengatakan itu terlantar, fakta di lapangan tidak seperti itu. Karena notabene itu kan tanaman tahunan pak,” ujar Adi.

Dimana menurut Adi, tanaman tahunan itu tidak bisa dikatakan terlantar begitu saja. Karena yang namanya tanaman tahunan itu bisa hidup sampai 50 tahun.

Selain itu, dalam pemeliharaan tanaman pun, pihaknya tidak mesti merawat setiap hari tanaman tersebut. Tapi ada sistem bergilir yang diterapkan terhadap satu tanaman. Sehingga jika seolah tanaman itu tidak dipeliharan itu tidak benar.

” Jadi tidak serta merta per hari di situ, kadang kandang di situ 10 hari ,20 hari, ada gilir,” ujarnya.

\Atau dengan kata lain, Adi tidak setuju jika selama ini petani menganggap bahwa mereka membabat tanaman yang terlantar. Karena Adi sendiri bingung menjelaskan, apa sebetulnya tanaman terlantar. Karena selama ini menurutnya tidak ada tanaman yang ditelantarkan.

baca juga: Warga Tegal Lega Cianjur Rindu Beraktivitas di Masjid, Pasca Roboh Akibat Gempa

baca juga: Pemdes Sirnagalih Diapresiasi, Fasilitasi Musyawarah Sengketa Tanah Warganya

” Mungkin kita bekerja itu berdasarkan skala prioritas dan di lapangan ada buktinya juga tanaman teh masih hidup, akarnya juga masih terlihat. Kalau terlantar kita juga ada yang namanyaa rotasi pekerjaan,” ujarnya.

Selain itu Adi juga menyebut bahwa luasan lahan yang rusak, ditaksir 60 hektaran dan kerugian akibat penebangan itu jumlahnya pun cukup fantastis.(gilang)