GARUT SINARPRIANGAN COM.
Polda Jabar bersama jajaran Polres Garut, 21/07/22, melakukan gelar perkara atas pelaporan rumah sakit Intan Husada Garut.
Gelar perkara yang dilakukan di Polda Jabar itu menghadirkan tak hanya dari kepolisian Polres Garut, namun juga pihak pelapor dan juga terlapor dalam hal ini RS Intan Husada Garut.
Sebagaimana diketahui, bahwa pelaporan RS Intan Husada Garut itu dilakukan oleh warga Garut atas nama H Toni yang menduga anaknya meninggal dunia di RS Intan Husada Garut karena terjadi kesalahan dalam penanganan medis.
Anak dari pelapor itu meninggal dunia divonis oleh RS Intan Husada akibat demam berdarah dengue (DBD). Namun belakangan pihak orang tua tak terima karena ada pelayanan dan tindakan RS yang dirasakan tidak sesuai.
Kasus ini pun berbuntut panjang hingga akhirnya pada hari ini digelar perkara di Polda Jabar atas dorongan kuasa hukum pelapor.
Dendy Firmansyah SH, kuasa hukum dari pelapor menjelaskan bahwa dalam gelar perkara ini pihak kepolisian dari Polres Garut melakukan anatomi of crime atau penjabaran tentang apa saja yang telah dilakukan selama proses hukum.
Termasuk dalam hal ini kata Dendy, Polres Garut sudah melakukan pemanggilan terhadap para saksi baik dari pihak terlapor maupun pelapor.
Dalam gelar perkara ini juga didatangkan seorang saksi ahli di bidang kedokteran.
“Kemudian pada tahap awal pelaksanaan gelar perkara tersebut kami diberikan waktu dan dipersilahkan memaparkan versi dari pelapor sendiri,” ujar Dendy.
Selain itu pihak RS Intan Husada Garut juga diberikan kesempatan menjelaskan kronologis versi mereka.
Dalam gelar perkara ini Dendy juga menjelaskan bahwa pihak RS Intan Husada Garut menghadirkan rekaman CCTV saat pelapor pertama kali datang membawa anaknya hingga meninggal dunia.
Namun sayang Dendy menyesalkan karena CCTV tersebut tidak lengkap. Karena yang dihadirkan hanya rekaman di ruang UGD saja. Sementara di ruang ICU tidak dihadirkan.
Kesimpulan dari gelar perkara ini ada dua poin utama. Bahwa kasus ini bisa mengerucut pada dua bentuk pelanggaran, pertama pelanggaran yang bersifat administratif dan yang kedua pelanggaran yang bersifat pidana.
Hanya saja jika mengarah kepada pidana maka pihak pelapor harus bisa membuktikan dengan cara otopsi. Yaitu dengan melakukan pembongkaran kembali makam dari anak pelapor, namun untuk pembongkaran makam ini memang sangat disayangkan jika terjadi.
Dendy pirmansyah SH, selaku kuasa hukum keluarga Almarhum berharap ini tidak terjadi karena tidak tega dengan almarhumah dan juga pihak keluarga, pungkasnya.
( Endang.Supardin )
Publiser rls : H.ujang slamet