Garut sinarpriangan news com.
Di rasa lambannya penanganan dugaan kasus kelalaian yang terjadi di RS Intan Husada Garut oleh Polres garut, akhirnya kuasa hukum pelapor (keluarga pasein) melangkah ke Polda jabar 14/07/22.
Tembusan ke Polda Jabar itu berkaitan perkara yang ditangani oleh Polres Garut ini dirasakan belum memiliki perkembangan signifikan padahal sudah cukup lama, diketahui bahwa sebelumnya keluarga pasien melaporkan RS Intan Husada Garut karena diduga terjadi kesalahan dalam penanganan pasien sehingga dirasa merugikan baik itu terhadap keluarga pasien maupun pasien itu sendiri yang mana seharusnya penanganan atau tindakan medis itu harus sudah memiliki kepastian karena berbicara ilmu kedokteran itu adalah ilmu pasti, bukan ilmu sosial yang sifatnya dapat berubah-ubah.
Sejauh ini perkembangan pelaporan terkesan berjalan di tempat, sehingga pengacara pelapor meminta Polda Jabar untuk mendorong gelar perkara yang ditangani Polres Garut tersebut agar mendapat kepastian hukum bagi pihak korban.
Urgensinya kami sampaikan ke Polda jabar karena yang kami ketahui itu dari kepolisian baru memanggil saksi saksi saja tapi belum memanggil saksi ahli, kenapa belum memanggil saksi ahli padahal saksi ahli di Indonesia itu banyak seperti yang kami ketahui, ujar Dendy Firmansyah SH ( kuasa Hukum keluarga fasein ).
Padahal kata Dendy, sudah menjadi kewajiban dan kewenangan kepolisian untuk menghadirkan saksi ahli agar masalah ini menjadi terang benderang, Selain itu Polres Garut juga sejauh ini belum melakukan penyitaan dokumen atau CCTV, Padahal dokumen dan CCTV sangat penting untuk memperjelas masalah ini, karena masalah ini merupakan perkara khusus yang tidak cukup hanya memerlukan keterangan para saksi biasa, karena akan disingkronkan antara keterangan saksi dengan dokumen yang ada Apakah ini ada kelalaian atau kesengajaan, atau ketidaksengajaan ujar Dendy.
Tentunya kata Dendy, pemanggilan para saksi dan menyita dokumen itu kewenangan kepolisian dan bukan kewenangan pengacara atau saksi. Dalam hal ini Dendy menyesalkan kenapa pihak kepolisian terkesan lamban dan melalaikan itu semua.
Lebih jauh Dendy menjelaskan perihal materi yang dilaporkan. Dendy menjelaskan bahwa yang dipermasalahkan pihaknya bukan soal salah pengobatan, melainkan lebih kepada penindakan dari RS Intan Husada yang diduga terjadi kelalaian sehingga merugikan bagi pihak pasien.
Diantara kelalaian yang dimaksud adalah ketika pasien pertama kali datang ke UGD, pihak rumah sakit tidak langsung menangani, dengan dugaan pasien belum bisa menyelesaikan pembayaran administrasi, kesalahan ini menurut Dendy sangat fatal dan bertolak belakang dengan visi misi rumah sakit yang mengedepankan keselamatan pasien. Rumah sakit diduga lebih mementingkan administrasi ketimbang menyelamatkan pasien.
Ketika pasien datang ke UGD dengan muntah darah kenapa tidak langsung dilakkan penangnanan tapi mementingkan administrasi dulu. Bahkan berdasarkan keterangan saksi sempat didiamkan satu jam, ujarnya.
Setelah dari loket pembayaran dan dibayar administrasi baru ada penanganan dari UGD, Yang seharusnya penyakit wajar tidak darurat harus dapat penangananĀ baik di IGD, tetapi bilamana dirasakan darurat kenapa tidak secepatnya dimasukan ke ruangan ICU, ujarnya.
Kemudian keluhan lain, ketika pasien masuk ICU, pihak keluarga tidak diperbolehkan masuk mendampingi pasien, Ini sangat disesalkan keluarga sehingga pasien di dalam terlantar dan kondisinya tidak diketahui, bahkan ketika pemasangan alat kenapa tidak izin ke keluarga sedangkan keluarga ada di lingkungan ICU,” danĀ ketika pasien meninggal dunia ini mendapatkan info ada pergantian dokter yang secara tiba tiba dan di dalam tubuh pasien di punggung ditemukan luka lebam, pungkasnya.
(Endang.supardin/ Tim)